Kamis, 19 Juli 2012

Niall Horan Love Story (Part 8)


Medy’s POV
Sejauh apapun jarak kami, sebanyak apapun orang yang menghalang, mata biru yang bersinar itu terlihat dan menusuk ke dalam mataku. Aku tersenyum sangat lebar dan segera berlari ke pemilik mata biru ini. Dia membuka tangannya dan aku segera masuk ke dalam dekapannya yang sangat hangat dan lembut. Aku membenam wajahku dalam lehernya. Tinggi badanku hampir sama dengan Niall. Dia hanya lebih tinggi sekitar 5-10 cm dariku.
Niall mencium dahiku dan kilatan cahaya kamera menangkap figure kami yang sedang berpelukan. Niall sepertinya tidak terlalu perduli, aku juga sebenarnya tidak terlalu peduli. Aku sangat merindukan lelaki ini dan aku hanya ingin berada di dalam pelukannya.

*

“want me to drive?” Niall menawarkan dirinya. Aku tersenyum dan memberikan kunci mobilku padanya. Dia membukakan pintu untukku seperti seorang gentlemen. Dan mengambil arah putar menuju kursi kemudi.
“they keep following us.” Niall menyalakan mobil dan langsung menginjak gas.
“liat ntar di twitter pasti rame deh haha.” Aku membuka jepitan rambutku dan membiarkan rambut panjangku tergerai. Kurapihkan sedikit rambutku menggunakan jemari.
“sexy.” Niall berbisik pada dirinya. Aku tersenyum dan membuang wajahku ke jendela agar dia tidak melihatku tersenyum sendiri. Aku pura-pura tidak mendengarnya.
“so where are we going?” tanyaku setelah berhasil menghilangkan warna merah merona pada wajahku. Lagu Believe Justin bieber pun terdengar ketika Niall menghidupkan radio.
“WOW what a coincident haha. Where are we going? Nandos? I’m starving” Niall melihatku sekilas dan tersenyum lalu memandang jalanan kembali.
“okay. I want chicken wings.” Aku memandang nakal ke arahnya dan dia mendengus.
“RIGHT! That’s my stuff we’ll order in a huge portion.” Dia membalas tatapan nakalku dengan tatapan yang lebih nakal dari yang kubayangkan.

Niall’s POV
“RIGHT! That’s my stuff we’ll order in a huge portion.” Aku membalas tatapan nakalnya. Medy menggigit bibir bawahnya membuat aku semakin melihatnya dengan tatapan lenih nakal lagi.
“niall stop it! Don’t you dare” Medy menyerah, menekan pipiku dengan sangat lembut agar aku melihat ke jalan lagi.
“watch your way.” ujarnya dengan kikikan kecil. Aku melepas tangan kananku dari stir dan mengelus rambutnya cepat. Dia menundukkan wajahnya. Kurasa dia malu.
Medy diam dan aku juga. Senyum belum lepas dari bibirnya. Hanya lagu Justin Bieber yang mengisi kehampaan mobil ini.
“wait..” Medy tiba-tiba mengangkat wajahnya untuk melihat jalanan lebih jelas.
“where are we?” Dia langsung melemparkan tatapan serius padaku.
“what?” aku mengangkat bahu sementara mengembalikan tatapanku kearah jalan kembali.
“You don’t exactly know where Nandos is!” dia mengulum bibirnya seperti menahan tawa. Aku akhirnya sadar, aku ada di Nottingham, bukan London. Dan aku tidak tahu daerah sini. Then we brust into laughing.

*

Medy’s POV

“Mama tadi perginya pas kamu mendarat. Jadinya aku nganterin mama papa ke bandara sekalian nungguin kamu landed.” Aku membuka kunci rumah dan kamu masuk kedalam rumahku yang harum.
“Wow, rumahmu harum. Wanginya sama kayak tangan kamu haha.” Niall meletakkan backpacknya di samping sofa dan merebahkan tubuhnya di atas sofa rumahku.
“emang pernah nyium tangan aku? Nope.” Aku berjalan menuju dapur untuk membuatkan Niall minuman. Niall menyalakan TV dan saat aku kembali, Niall sedang menguap. Aku tersenyum.
“kau lelah? Aku sudah menyiapkan kamar untukmu istirahat.” Aku meletakkan secangkir susu hangat di meja kecil di samping sofa dan duduk disampingnya.
Niall tersenyum dan meletakkan kepalanya di bahuku.
“have you got your parents’ permission?” Niall bertanya padaku sementara mengganti channel dan akhirnya mematikan TV karena tidak ada acara yang menarik. Kepalanya masih bersandar di bahu kiriku.
“ofcourse! Orang tuaku sangat senang mendengarnya. Dan mereka tidak perlu mengkhawatirkan keadaanku selama mereka pergi ke Italy.” Niall tertawa kecil dan aku merasa awkward. Dia berada di bahuku sekarang dan aku tak enak untuk bergerak. You know how it feels.
“I’ll tell your parents that I will protect you as long as they leave.” Niall melihat ke atas untuk menemukan mataku. Mata birunya hanya berjarak 3 senti dengan mataku.
“what a best friend I get here.” aku tersenyum padanya dan dia membalas senyumku. Aku merasakan bahuku menjadi ringan dan nafasnya yang hangat di pipiku. Sesuatu yang lembut menyentuh pipiku yang merah.
Niall menciumku.

*

Aku terbangun dan melihat jam diatas TV. Pukul 7 malam. Aku dan Niall tertidur di sofa selama 3 jam dan aku menemukan diriku berada di atas dada Niall sementara tangannya berada di atas pinggangku. Aku tersenyum simpul dan melihat wajah niall yang sedang tertidur.
Suara kecil terdengar dari bibirnya yang terbuka sedikit. Aku tersenyum lagi melihat wajahnya yang sempurna bahkan saat sedang tidur.
Aku tak berhenti menatap wajah Niall sampai matanya terbuka memperlihatkan mata biru yang bersinar.
“what are you doing?” suaranya yang serak karena habis bangun tidur, membuat jantungku berdetak kencang. aku suka betapa imutnya suara seorang lelaki ketika baru bangun tidur. Aku tertawa. Belum beranjak dari posisi awalku saat bangun tadi. tangan Niall juga masih berada di pinggangku.
”seeing an angel sleeping?” I asked in question. He giggle and kiss my cheek again. Hold me in his strong masculine arms.
“aku lapar tapi tak ingin beranjak dari posisi ini.” bisiknya di telingaku. Aku mempererat pelukanku dan dia mencium bagian atas kepalaku.
Ring….ring….
HP Niall berdering. Aku langsung bangun dari pelukannya sementara Niall merogoh kantung celanannya untuk mengambil HP.
“yeah Liam?” Niall membenarkan posisi duduknya sementara aku mengambil remore untuk menyalakan televisi.
“WHAT?!” he shouted at his phone as I turn my head towards him.
“what?!” I glare at him as he dropped down his jaw.


 A/N: What the hell was going on?!

0 komentar:

Posting Komentar