Medy’s
POV
Sejauh
apapun jarak kami, sebanyak apapun orang yang menghalang, mata biru yang
bersinar itu terlihat dan menusuk ke dalam mataku. Aku tersenyum sangat lebar
dan segera berlari ke pemilik mata biru ini. Dia membuka tangannya dan aku
segera masuk ke dalam dekapannya yang sangat hangat dan lembut. Aku membenam
wajahku dalam lehernya. Tinggi badanku hampir sama dengan Niall. Dia hanya
lebih tinggi sekitar 5-10 cm dariku.
Niall
mencium dahiku dan kilatan cahaya kamera menangkap figure kami yang sedang
berpelukan. Niall sepertinya tidak terlalu perduli, aku juga sebenarnya tidak
terlalu peduli. Aku sangat merindukan lelaki ini dan aku hanya ingin berada di
dalam pelukannya.
*
“want
me to drive?” Niall menawarkan dirinya. Aku tersenyum dan memberikan kunci
mobilku padanya. Dia membukakan pintu untukku seperti seorang gentlemen. Dan mengambil
arah putar menuju kursi kemudi.
“they
keep following us.” Niall menyalakan mobil dan langsung menginjak gas.
“liat
ntar di twitter pasti rame deh haha.” Aku membuka jepitan rambutku dan
membiarkan rambut panjangku tergerai. Kurapihkan sedikit rambutku menggunakan
jemari.
“sexy.”
Niall berbisik pada dirinya. Aku tersenyum dan membuang wajahku ke jendela agar
dia tidak melihatku tersenyum sendiri. Aku pura-pura tidak mendengarnya.
“so
where are we going?” tanyaku setelah berhasil menghilangkan warna merah merona
pada wajahku. Lagu Believe Justin bieber pun terdengar ketika Niall
menghidupkan radio.
“WOW
what a coincident haha. Where are we going? Nandos? I’m starving” Niall
melihatku sekilas dan tersenyum lalu memandang jalanan kembali.
“okay.
I want chicken wings.” Aku memandang nakal ke arahnya dan dia mendengus.
“RIGHT!
That’s my stuff we’ll order in a huge portion.” Dia membalas tatapan nakalku
dengan tatapan yang lebih nakal dari yang kubayangkan.
Niall’s
POV
“RIGHT!
That’s my stuff we’ll order in a huge portion.” Aku membalas tatapan nakalnya.
Medy menggigit bibir bawahnya membuat aku semakin melihatnya dengan tatapan
lenih nakal lagi.
“niall
stop it! Don’t you dare” Medy menyerah, menekan pipiku dengan sangat lembut
agar aku melihat ke jalan lagi.
“watch
your way.” ujarnya dengan kikikan kecil. Aku melepas tangan kananku dari stir dan
mengelus rambutnya cepat. Dia menundukkan wajahnya. Kurasa dia malu.
Medy
diam dan aku juga. Senyum belum lepas dari bibirnya. Hanya lagu Justin Bieber
yang mengisi kehampaan mobil ini.
“wait..”
Medy tiba-tiba mengangkat wajahnya untuk melihat jalanan lebih jelas.
“where
are we?” Dia langsung melemparkan tatapan serius padaku.
“what?”
aku mengangkat bahu sementara mengembalikan tatapanku kearah jalan kembali.
“You
don’t exactly know where Nandos is!” dia mengulum bibirnya seperti menahan
tawa. Aku akhirnya sadar, aku ada di Nottingham, bukan London. Dan aku tidak
tahu daerah sini. Then we brust into laughing.
*
Medy’s
POV
“Mama
tadi perginya pas kamu mendarat. Jadinya aku nganterin mama papa ke bandara
sekalian nungguin kamu landed.” Aku membuka kunci rumah dan kamu masuk kedalam
rumahku yang harum.
“Wow,
rumahmu harum. Wanginya sama kayak tangan kamu haha.” Niall meletakkan
backpacknya di samping sofa dan merebahkan tubuhnya di atas sofa rumahku.
“emang
pernah nyium tangan aku? Nope.” Aku berjalan menuju dapur untuk membuatkan
Niall minuman. Niall menyalakan TV dan saat aku kembali, Niall sedang menguap. Aku
tersenyum.
“kau
lelah? Aku sudah menyiapkan kamar untukmu istirahat.” Aku meletakkan secangkir
susu hangat di meja kecil di samping sofa dan duduk disampingnya.
Niall
tersenyum dan meletakkan kepalanya di bahuku.
“have
you got your parents’ permission?” Niall bertanya padaku sementara mengganti
channel dan akhirnya mematikan TV karena tidak ada acara yang menarik. Kepalanya
masih bersandar di bahu kiriku.
“ofcourse!
Orang tuaku sangat senang mendengarnya. Dan mereka tidak perlu mengkhawatirkan
keadaanku selama mereka pergi ke Italy.” Niall tertawa kecil dan aku merasa
awkward. Dia berada di bahuku sekarang dan aku tak enak untuk bergerak. You know
how it feels.
“I’ll
tell your parents that I will protect you as long as they leave.” Niall melihat
ke atas untuk menemukan mataku. Mata birunya hanya berjarak 3 senti dengan
mataku.
“what
a best friend I get here.” aku tersenyum padanya dan dia membalas senyumku. Aku
merasakan bahuku menjadi ringan dan nafasnya yang hangat di pipiku. Sesuatu yang
lembut menyentuh pipiku yang merah.
Niall
menciumku.
*
Aku
terbangun dan melihat jam diatas TV. Pukul 7 malam. Aku dan Niall tertidur di
sofa selama 3 jam dan aku menemukan diriku berada di atas dada Niall sementara
tangannya berada di atas pinggangku. Aku tersenyum simpul dan melihat wajah
niall yang sedang tertidur.
Suara
kecil terdengar dari bibirnya yang terbuka sedikit. Aku tersenyum lagi melihat
wajahnya yang sempurna bahkan saat sedang tidur.
Aku
tak berhenti menatap wajah Niall sampai matanya terbuka memperlihatkan mata
biru yang bersinar.
“what
are you doing?” suaranya yang serak karena habis bangun tidur, membuat
jantungku berdetak kencang. aku suka betapa imutnya suara seorang lelaki ketika
baru bangun tidur. Aku tertawa. Belum beranjak dari posisi awalku saat bangun
tadi. tangan Niall juga masih berada di pinggangku.
”seeing
an angel sleeping?” I asked in question. He giggle and kiss my cheek again. Hold
me in his strong masculine arms.
“aku
lapar tapi tak ingin beranjak dari posisi ini.” bisiknya di telingaku. Aku
mempererat pelukanku dan dia mencium bagian atas kepalaku.
Ring….ring….
HP
Niall berdering. Aku langsung bangun dari pelukannya sementara Niall merogoh
kantung celanannya untuk mengambil HP.
“yeah
Liam?” Niall membenarkan posisi duduknya sementara aku mengambil remore untuk
menyalakan televisi.
“WHAT?!”
he shouted at his phone as I turn my head towards him.
“what?!”
I glare at him as he dropped down his jaw.
A/N: What
the hell was going on?!